Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pertanian di Indonesia

Perubahan iklim kini menjadi ancaman nyata yang memengaruhi sektor pertanian di Indonesia. Berdasarkan laporan BMKG tahun 2024, suhu rata-rata meningkat sebesar 0,8°C dalam empat dekade terakhir. Peningkatan ini berdampak langsung terhadap pola hujan, produktivitas tanaman, serta ketersediaan air.

Sektor pertanian yang menopang ekonomi dan ketahanan pangan nasional kini menghadapi tantangan berat akibat pergeseran musim, kekeringan, dan banjir. Dalam konteks ini, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) memiliki peran penting dalam edukasi, pengawasan, dan mitigasi dampak perubahan iklim terhadap lahan pertanian (sumber: https://dlhtarakan.id/).

Bentuk-Bentuk Perubahan Iklim yang Terjadi di Indonesia

Perubahan iklim di Indonesia tercermin dalam pergeseran musim, peningkatan suhu ekstrem, dan curah hujan yang tidak stabil. Ketiga hal ini saling berkaitan dan berdampak langsung terhadap siklus tanam.

1. Pergeseran Musim Tanam dan Panen

Pergeseran musim tanam menjadi indikator utama perubahan iklim. Dulu, petani dapat memprediksi musim tanam dengan mudah, tetapi kini pola tersebut semakin tidak menentu. Musim hujan yang datang terlambat atau terlalu cepat menyebabkan ketidakseimbangan jadwal tanam.

Sebagai contoh, petani di Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan mengalami keterlambatan masa tanam akibat curah hujan tidak menentu. Di wilayah Nusa Tenggara Timur, musim kemarau yang berkepanjangan membuat ribuan hektare sawah gagal tanam. Dinas Lingkungan Hidup daerah terus memberikan sosialisasi adaptasi kepada petani untuk menyesuaikan jadwal tanam dengan kondisi iklim terkini.

2. Peningkatan Suhu dan Kekeringan

Kenaikan suhu mengakibatkan peningkatan penguapan air dan penurunan kelembapan tanah. Hal ini membuat tanaman mengalami stres panas dan memperlambat pertumbuhan.

Menurut laporan FAO, setiap kenaikan suhu 1°C dapat menurunkan hasil panen padi hingga 10%. Dinas Lingkungan Hidup berkolaborasi dengan Kementerian Pertanian melakukan penelitian untuk menemukan varietas tanaman yang tahan terhadap kekeringan dan panas ekstrem.

3. Curah Hujan Ekstrem dan Banjir Lahan Pertanian

Fenomena La Niña menyebabkan curah hujan ekstrem di banyak wilayah. Akibatnya, tanah pertanian tergenang air, nutrisi tanah tergerus, dan tanaman gagal panen. Di Kalimantan Selatan, banjir pada tahun 2023 merendam ribuan hektare sawah dan menurunkan produksi beras hingga 15%.

Dinas Lingkungan Hidup provinsi berperan aktif dalam rehabilitasi lahan pascabanjir dan pengembangan sistem drainase berkelanjutan untuk menjaga keseimbangan lingkungan pertanian.

Dampak Perubahan Iklim terhadap Produktivitas Pertanian

Petani di Indonesia sedang menanam padi di sawah berlatar langit mendung, mencerminkan tantangan perubahan iklim.
Petani di Indonesia sedang menanam padi di sawah berlatar langit mendung, mencerminkan tantangan perubahan iklim.

Perubahan iklim tidak hanya memengaruhi cuaca, tetapi juga mengubah ekosistem pertanian dan menurunkan hasil panen secara signifikan.

1. Penurunan Hasil Panen

Suhu tinggi dan curah hujan ekstrem menyebabkan ketidakseimbangan nutrisi tanah. BPS mencatat bahwa produktivitas padi nasional menurun sekitar 6% selama periode anomali iklim 2023–2024. Dinas Lingkungan Hidup melakukan pemantauan terhadap kondisi tanah dan air di wilayah rawan kekeringan untuk mencegah kerusakan lahan lebih lanjut.

2. Penyebaran Hama dan Penyakit Tanaman

Suhu dan kelembapan tinggi mempercepat perkembangan hama seperti wereng dan ulat grayak. Siklus hidup yang lebih singkat membuat populasi hama sulit dikendalikan. Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pertanian berkolaborasi untuk memberikan pelatihan pengendalian hama ramah lingkungan dan mengurangi ketergantungan pada pestisida kimia.

3. Kualitas dan Ketahanan Pangan

Perubahan iklim juga menurunkan kualitas hasil panen. Kadar protein dan karbohidrat dalam padi dan jagung menurun akibat suhu tinggi. Dampaknya tidak hanya pada gizi masyarakat, tetapi juga harga bahan pokok yang cenderung meningkat. Dinas Lingkungan Hidup terus mendorong pola konsumsi pangan lokal yang lebih adaptif terhadap perubahan iklim.

Dampak Sosial dan Ekonomi bagi Petani

Selain dampak terhadap hasil pertanian, perubahan iklim juga menimbulkan efek sosial dan ekonomi yang signifikan di tingkat desa.

1. Penurunan Pendapatan dan Migrasi Desa-Kota

Gagal panen menyebabkan petani kehilangan pendapatan. Banyak di antara mereka akhirnya berpindah ke sektor nonpertanian atau bermigrasi ke kota. Fenomena ini mengurangi jumlah tenaga kerja pertanian di pedesaan. Dinas Lingkungan Hidup berupaya menumbuhkan kembali minat generasi muda terhadap pertanian melalui program wirausaha hijau.

2. Ketimpangan Akses Teknologi dan Informasi

Petani kecil sering tertinggal dalam pemanfaatan teknologi informasi dan sistem iklim digital. Dinas Lingkungan Hidup berperan dalam memperluas akses data lingkungan agar petani di daerah terpencil dapat merencanakan tanam dan panen secara lebih presisi.

Strategi Adaptasi dan Mitigasi di Sektor Pertanian

Menghadapi dampak perubahan iklim, adaptasi dan mitigasi menjadi langkah krusial untuk menjaga keberlanjutan pertanian.

1. Penerapan Pertanian Cerdas Iklim (Climate-Smart Agriculture)

Konsep pertanian cerdas iklim berfokus pada peningkatan produktivitas sekaligus menjaga ekosistem. Langkah-langkah seperti penggunaan varietas tahan iklim, pupuk organik, dan sistem irigasi tetes menjadi solusi utama. Dinas Lingkungan Hidup turut mendukung implementasi teknologi hijau dan konservasi air di lahan pertanian.

2. Digitalisasi dan Sistem Informasi Cuaca untuk Petani

Teknologi digital kini menjadi bagian penting dalam mitigasi perubahan iklim. Aplikasi berbasis data satelit membantu petani mengetahui waktu tanam terbaik berdasarkan prakiraan cuaca. Dinas Lingkungan Hidup berkolaborasi dengan lembaga riset dan startup agritech untuk memperluas akses informasi iklim hingga ke pelosok.

3. Kebijakan dan Program Pemerintah

Pemerintah meluncurkan program adaptasi seperti Sistem Informasi Iklim Pertanian (SIKP) dan SERASI (Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani). Dinas Lingkungan Hidup berperan mengawasi pelaksanaannya agar sesuai prinsip pertanian berkelanjutan. Kolaborasi lintas sektor menjadi kunci keberhasilan mitigasi perubahan iklim di masa depan.

Langkah Kecil yang Bisa Dilakukan Masyarakat

Adaptasi terhadap perubahan iklim dapat dimulai dari kebiasaan kecil. Masyarakat bisa mendukung produk pangan lokal, mengurangi limbah makanan, serta menggunakan energi terbarukan. Dinas Lingkungan Hidup menginisiasi gerakan hijau di berbagai daerah sebagai upaya memperkuat kesadaran publik terhadap pentingnya keberlanjutan lingkungan.

Kesimpulan

Perubahan iklim menjadi tantangan besar bagi sektor pertanian Indonesia. Dampaknya terasa dari menurunnya hasil panen, penyebaran hama, hingga tekanan sosial di pedesaan. Meski demikian, dengan dukungan kebijakan yang tepat, penerapan teknologi hijau, dan peran aktif Dinas Lingkungan Hidup, Indonesia dapat membangun sistem pertanian yang tangguh dan berdaya saing.

Menjaga pertanian berarti menjaga masa depan pangan. Dengan langkah adaptif dan kolaboratif, ancaman perubahan iklim dapat diubah menjadi peluang menuju pertanian berkelanjutan.

Tinggalkan komentar